Mulyadi Ms : Warga Masyarakat Gerah Minta Kepada Pemerintah Kabupaten Sambas Mencabut izin PT.CKP -->

Iklan Semua Halaman

PASANG IKLAN ANDA DISINI, HUBUNGI ADMIN

Mulyadi Ms : Warga Masyarakat Gerah Minta Kepada Pemerintah Kabupaten Sambas Mencabut izin PT.CKP

Rahmad Maulana
Sunday, 10 November 2024


DETIKREPUBLIK.COM—Sambas, Kalbar Matapersindonesia.com -- Masyarakat desa sebubus kecamatan paloh kabupaten sambas, semangat memperjuangkan hak atas kepemilikan lahan atau tanah kelompok sinjan yang sudah memiliki surat pernyataan tanah (SPT).


Karena di lokasi dusun sungai tengah desa sebubus kecamatan paloh kabupaten sambas, permasalahan lahan kelompok sinjan yang di kuasai PT. Cakra Khatulistiwa Prima (CKP) hingga saat ini masih berlanjut. (10 November 2024)


Namun, pihak pemda kabupaten sambas seakan melihat dan mendengarkan keluhan masyarakat tapi tidak mampu untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.


Kemudian Mulyadi MS selaku Sekretaris Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia Kalimantan Barat mengatakan, "permasalahan ini harus segera di tindaklanjuti jangan sampai permasalahan ini berlarut larut sehingga menimbulkan masalah," katanya. 


"Selain itu akan ada efek yang tidak baik dari masyarakat bagaimana tidak sesuai keterangan dari kelompok dan hasil laporan dan data yang kami dapat masyarakat yang memiliki lahan tersebut belum merasakan kesejahteraan," tambahnya. 


"Hasil dari pola kemitraan lahan yang diserahkan ke pihak perusahaan selama bertahun tahun semenjak dari mulai panen hingga saat ini tidak ada keterbukaan kepada kelompok tentang manajemen pengelolaan hasil kemitraan." ungkap Mulyadi. 


Lanjut mulyadi mengatakan, jika kita mengacu terhadap UU No 39 Tahun 2014 tentang perkebunan Pasal 58 ayat (1) disebutkan perusahaan perkebunan yang memiliki izin Usaha perkebunan atau izin Usaha Perkebunan untuk budidaya wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling rendah seluas 20%( Dua puluh persen).


Pada ayat (2) disebutkan fasilitas pembangunan kebun masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui pola kredit bagi hasil, atau bentuk pendanaan lain yang disepakati sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan, pada ayat (3) Kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)


Harus dilaksanakan dalam jangka waktu paling lambat 3(tiga) tahun sejak hak guna usaha diterbitkan dan pada ayat (1) harus dilaporkan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan nya. 


Mulyadi pun mengatakan kepada awak media Mata Pers Indonesia, "terkait pembangunan kebun masyarakat oleh perusahaan di atas tanah negara secara umum kebun ini disebut kebun plasma dan terdapat perjanjian," terangnya. 


Untuk membayar kredit atau memiliki hutang dari kebun yang dibangun dengan pola bagi hasil yang sudah di tentukan, menjadi pertanyaan kami terhadap PT CKP adalah bagaimana jika kebun yang dibangun diatas tanah atau Lahan milik masyarakat. 


Tentunya akan nampak perbedaannya antara kebun yang dibangun diatas tanah negara dan kebun yang dibangun diatas tanah milik masyarakat.


Hal ini sebagai contoh pembangunan kebun yang terjadi pada kelompok Sinjan salah satu kelompok yang memitra-kan tanah mereka dengan PT Chakra Khatulistiwa Prima dengan pola 70/30 kelompok menyerahkan tanah mereka kepada perusahaan 70% ( tidak di per jual belikan),


Dan sebagai modal perusahaan untuk membangun kebun kelompok sebesar 30% dengan pola kemitraan, saat ini tentunya kelompok telah dirugikan setelah menyerahkan tanah mereka sejak tahun 2013 kemitraan yang dijalankan. 


Dengan penanaman bibit sawit pada tahun 2018 sampai sekarang kebun yang diharapkan masyarakat sesuai perjanjian namun tidak seperti kebun pada umumnya kebun yang ada tidak dirawat dan tidak terkelola dengan baik.


Dengan kata lain (tidak berhasil) kalau melihat atau meninjau kondisi fisik kebun di lapangan sangat miris kebun yang ada banyak ditumbuhi semak belukar boleh dikatakan kebun sawit didalam hutan.


Sudah menyerahkan lahan hasil kebun tidak sesuai yang di janjikan dan diharapkan, waktu terbuang sudah menunggu dan menanti selama bertahun tahun ditambah lagi kelompok harus menanggung hutang.


"Dari kebun yang dibangun, sungguh aneh juga melihat kondisi yang ada dan terbayang terjadinya pembodohan, dan apalagi perusahaan ini tidak mengantongi Hak Guna Usaha (HGU)," tutur mulyadi.


Saat dimintai keterangan awak media Mata Pers Indonesia terkait permasalahan HGU mulyadi menjelaskan, "terkait HGU, PT CKP kami belum bisa menjelaskan apakah penguasaan lahan kelompok sinjan dari 2018 sudah di HGU kan apa belum nanti kami jelaskan, yang jelas tata ruang / kepala badan pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menargetkan penyelesaian masalah terhadap perusahaan kelapa sawit yang tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU)" tuturnya. 


Tuntas pada desember Berdasarkan UU, 39 Tahun 2014 tentang perkebunan, pada pasal 42 disebutkan bahwa kegiatan Usaha budi daya tanaman perkebunan dan usaha pengelolaan hasil perkebunan.


Hanya dapat dilakukan oleh perusahaan perkebunan apabila mendapatkan hak atas tanah atau izin usaha perkebunan dan punya HGU Perusahaan atau badan hukum yang sudah mempunyai izin usaha Perkebunan (IUP) kelapa sawit.


"Namun belum mengantongi HGU artinya mereka menanam kelapa sawit diatas tanah negara tampa izin. Berarti dengan kata lain PT. Citra Khatulistiwa Prima mengelola lahan kebun kelompok sinjan diduga belum mengantongi HGU," jelas mulyadi


Terakhir Mulyadi menyampaikan, "kami selaku yang dikuasakan masyarakat kelompok sinjan untuk menyelesaikan permasalahan yang terkait lahan yang di mitra kan kepada PT CKP," tutup mulyadi. 


( Team )

Editor : Maulana