DETIK REPUBLIK || MALAKA.
Di tengah kabar yang menghebohkan, Desa Saenama kini menjadi pusat perhatian atas dugaan praktik nepotisme yang melibatkan Kepala Desa beserta keluarganya. Pelanggaran etika yang terungkap telah menimbulkan kecaman dan kekhawatiran di kalangan warga.
Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 yang menekankan prinsip tata pemerintahan desa yang transparan dan bebas dari korupsi serta nepotisme, keberadaan istri Kepala Desa dalam beberapa jabatan kunci telah mencetuskan kontroversi di Desa Saenama.
Informasi yang berhasil dihimpun menyebutkan bahwa istri Kades Saenama diduga melakukan tumpang tindih peran sebagai Ketua PKK Desa, Bidan P3K, serta Operator Desa. Selain itu, anggota keluarga Kepala Desa juga disinyalir menjabat di beberapa posisi penting di desa tersebut.
"Praktik ini sungguh mengkhawatirkan. Seorang istri Kepala Desa yang memegang beberapa jabatan sekaligus jelas-jelas melanggar etika pemerintahan yang bersih dan transparan," ujar salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Tidak hanya itu, berbagai pihak seperti tokoh masyarakat dan LSM turut mengungkapkan keprihatinan mereka terhadap masalah ini. Mereka menekankan perlunya pihak berwenang segera mengambil langkah tegas untuk menyelidiki tuduhan nepotisme ini dan menindak jika terbukti ada pelanggaran.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Desa Saenama belum memberikan respons resmi terkait dugaan tersebut. Media juga kesulitan mendapatkan klarifikasi dari pihak terkait termasuk pihak desa.
Diharapkan, investigasi yang transparan dan akuntabel dapat segera dilakukan untuk mengungkap fakta sebenarnya dan menjaga keadilan serta kepercayaan publik. Warga Desa Saenama merasakan dampak negatif dari praktik nepotisme ini, merasa khawatir keadilan dan kualitas pelayanan publik terganggu oleh intervensi hubungan kekerabatan.
Semua pihak berharap agar pelajaran berharga diambil dari kasus ini untuk menjaga prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan berintegritas. Transparansi dan akuntabilitas menjadi pondasi utama dalam memastikan keberlanjutan pemerintahan yang bersih dari praktik KKN. (Marselinus K)